BREAKING

Kamis, 27 November 2014

Seni Membajak Sawah Di Desa Patuanan

Di penghujung bulan november, awan mendung dan rintik-rintik hujan masih dengan setia menyelimuti ranah desa Patuanan. Musim panen telahlah usai, hamparan bulir padi keemasan perlahan menghilang dari pandangan. Yang tersisa hanyalah tanah kosong dan kumpulan jerami yang menggunung disetiap sudut pematang sawah.
Seni Membajak Sawah Di Desa Patuanan

Hasil dari beragam prosesi bertani membuahkan hasil yang patut disyukuri, rezeki yang dipanen sebagian di angkut ke-pedaringan (lumbung) untuk dikonsumsi, sebagian lagi di jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bagian lainnya  lagi digunakan untuk operational cost bertani kembali.

Tanah sawah yang sudah kosong, lembab, becek dan terdapat sisa-sisa pangkasan jerami, tak kan dibiarkan terlalu lama tak terurus oleh kaum tani. Tanah tersebut harus segera digemburkan dan ditanami kembali, wong tani desa kami seolah faham betul apa yang dikidungkan oleh falsafah jawa. 

Seni membajak sawah pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dengan menggunakan tools yang disebut bajak. Bahwasanya membajak sawah dimaksudkan agar kesuburan tanah sawah tetap terjaga walaupun sudah ditanami berkali-kali. 

Bentuk alat yang dipopulerkan Sunan kali jaga berupa kayu berbentuk segitiga dan disambungkan ke kerbau sebagai penariknya. Pada zaman bengien (dulu) seni membajak dilakukan oleh dua orang dengan menarik bajak tersebut, kemudian disubtitusi dengan menggunakan hewan bertenaga tapi bersifat animal friendly sepertihalnya sapi atau kerbau.

Dengan menggunakan sapi atau kerbau, sang empunya sawah memiliki dua keuntungan selain tanahnya menjadi gembur juga tanahnya akan subur (efek pupuk alamiah yang berasal dari kotoran hewan). Warisan budaya seni membajak sawah dengan menggunakan sapi atau kerbau perlahan menghilang terhempas arus moderenisasi padahal hasil bajakannya nampak begitu mempur dan pulen.

Eksisteni sapi / kerbau mulai dipertanyakan, seiring semakin langkanya kandang sapi atau kandang kerbau di Desa Patuanan, kandange be langka apa maning kebo lan sapine cung. Kaum tani beranggapan bahwasanya jasa membajak sawah dengan menggunakan kerbau or sapi bisa memberatkan biaya operasional karena dirasa lola alias suwe (lama).
Seni Membajak Sawah Di Desa Patuanan

Deru suara mesin klektor (traktor) kini mulai terdengar, mulai dari pegagan hingga bendoga jasa traktor mulai menjadi primadona. Pekerjaan membajak sawah menjadi lebih cepat dengan tarif yang disesuaikan, hingga Mang Datim selaku salah satu pilot klektor resmi di Desa Patuanan tersenyum lebar karena jasanya semakin hari-semakin diminati. 

Panggung membajak sawah Mang Datim dan kawan-kawannya semakin luas, selama operator masih kuat dan sehat bugar, mereka selalu stend by menerima setiap orderan yang datang.

Seni membajak sawah, baik dengan menggunakan kerbau ataupun traktor ada kelebihan ataupun kekurangannya masing-masing. Tinggal bagaimana kaum tani di desa yang gemah ripah loh jinawi ini bersikap arif lan bijaksana dalam memutuskan. So, tentukan pilihanmu dari sekarang ...

Baca Juga : 

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

About ""

Maturnuwun sudah berkunjung di Blog Desa Patuanan, Silahkan barang kali ada yang ingin sedulur disampaikan (Poskan komentar > tinggalkan komentar > publikasikan) dan Ikuti (G+) Man Behind The Blog. Mksh.
Comments
0 Comments
 
Copyright © 2014 Desa Patuanan
Design by FBTemplates | BTT