Tanggal 1 Suro (1 Muharam dalam tarikh islam atau asyura) diperingati oleh masyarakat jawa dengan cara yang istimewa dan memiliki ciri khas tersendiri, ritual ini berlangsung secara turun temurun selama berabad-abad lamanya. Seperti halnya tradisi dan budaya yang lainnya, setiap rites of passage (ritual perlintasan) selalu diiringi dengan elemen kuliner sebagai simbol atau perlambang.
Berbicara panganan khas di bulan muharram. Warga Desa Patuanan menyajikan makanan bubur sura sebagai simbol ritual gratitude dan sebagai celebration (perayaan) . Perlu digarisbawahi bahwasanya bubur sura bukanlah sebuah sesajen yang bersifat animistik.
Sejenak kita menjelajahi waktu dimasa lalu. Tradisi pembuatan bubur sura sendiri bermula dari zaman penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para wali di Indonesia. Setiap bulan Muharam tiba para wali mengajurkan masyarakat untuk bersedekah khususnya sedekah terhadap anak yatim.
Namun gayung tak bersambut, dikarenakan keadaan masyarakat sendiri dalam keadaan memprihatinkan sehingga tak banyak yang bisa disedekahkan. Sepiring beras, seikat kemangi dan segenggam bawah merah disedekahkan. Meski dalam keadaan serba kekurangan pelaksanaan puasa dan pengajian memperingati Muharram selalu diikuti banyak orang.
Setiap pengajian, para kiai dan pemuka agama menghidangkan makanan untuk jamaah yang berasal dari hasil dari sedekah jamaah itu sendiri. Dengan jumlah sedekah yang tak seberapa dibandingkan jamaah, para wali berinisiatif untuk menjadikan beras menjadi bubur agar nampak lebih banyak
Resep gurihnya bubur sura tercipta dari racikan bumbu santan, garam dan sereh. Rasa gurihnya begitu terasa dengan nuansa asin pedas tipis yang lumer dimulut. Diatas bubur ditaburi rajangan jeruk bali dan bulir bulir buah delima. Tujuh kacang sebagai pelengkap topping bubur sura yang terdiri dari : kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang tholo (kacang kedele merah) dan kacang bogor. Sebagian di goreng dan sebagian lagi direbus.
Dibagian akhir topping bubur sura ditaburi irisan ketimun dan beberapa lembar daun kemangi. Coba sedulur bayangkan kombinasi dari bauran bahan dan bumbu yang menghasilkan varian tekstur yang menggoyang lidah. Lauk yang umum digunakan untuk mendampingi bubur sura sendiri adalah seporsi opor ayam dan semangkuk sambal goreng labu siam yang encer dan pedas . Hmmm ladziz :)
Bubur sura yang gurih, halal dan bergizi menjadi sajian pelengkap di tahun baru islam. Tapi sayangnya bubur sura di Patuanan tak selengkap yang dinarasikan. Tradisi ini juga tampaknya sudah termarginalkan seiring perkembangan zaman dan hanya dilaksanakan oleh kaum sepuh yang masih setia menjunjung tinggi warisan budaya yang uenak tenan.
Jikalau shaum di bulan asyura lebih berdimensikan garis vertikal maka pembagian bubur sura sendiri berdimensikan garis horizontal. Ritual Hablum minallah wa hablum minannas Ustad Rohim begitu mengatakan. Bubur sura hanyalah simbol budaya yang tercipta dari para wali sebagai sarana pengajaran agama dan wahana pengingat akan adanya sejarah agama islam. Pesan sesungguhnya adalah ritual gratitude (Rasa syukur) dan giving (Sedekah).
Selamat menyantap semangkok bubur sura dihadapan panjenengan selagi ada, lamun langka ya tunggu taun arep nggih, bokan be kebagian ya :D . Insya Allah di edisi mendatang saya akan mengajak sedulur untuk mencicipi manis dan pulennya kue apem. Wassalam
Baca Juga :